Jumat, 08 Januari 2021

Menikahlah Dengan Anak Pertama Perempuan

MENIKAH DENGAN ANAK PERTAMA PEREMPUAN

Kepada anak sulung perempuan,
Di pundaknya ada banyak harapan dan tanggung jawab, sudah terlatih mentalnya bahkan sejak langkah kakinya masih goyah.

Jangan ragu menikahinya, dia penyayang dan pembela adiknya, mandiri, Keras sikapnya adalah caranya memberikan yang terbaik dalam hidupnya. Dan keras sifatnya hanya karena ingin membuktikan harapan orangtua dan orang terdekat yang disematkan padanya.

Ia sangat paham perjuangan orangtua, betapa keras orangtuanya menghadapi dunia, Maka ia sudah siap menemanimu berjuang menjadi seorang istri yang baik.

Kebijaksanaan yang ada dalam dirinya adalah bekal untuk menghadapi lika liku dalam pernikahan, sebagai istrimu, sebagai ibu dari anak anakmu kelak.

Menaklukkan dirinya mudah, Lembutkan cara bicaramu, jadilah pendengar yang baik, Beri ia ruang untuk bergerak dan melangkah.

Jika ia salah, ingatkan dia dengan ketulusan dan cinta. Egonya memang tinggi, orangnya memang cerewet. Tapi percayalah, Ketulusan dan kelembutanmu akan meluluhkannya.

Penuhi kebutuhannya, walaupun ia tidak pernah menuntut, Dia memang terbiasa mandiri.
Dia memang tidak banyak menuntut. Tapi sebagaimana wanita, ia juga ingin diperhatikan dan dimanja.

Daripada berpikir untuk mengalahkannya,
Lebih baik jalan bersama mengarungi biduk rumah tangga hingga mencapai pelabuhan akhir keabadian yang damai. Hidup berdua, saling bantu dan bekerjasama, jangan biarkan ia merasa sendirian.

Sekeras apapun hatinya, Akan tersentuh juga.
Apalagi perhatian, ketulusan dan kelembutan selalu ada untuknya.

Minggu, 22 Juni 2014

Tulisan Tugas Softskill Akuntansi Internasional

www.gunadarma.ac.id
Nama : Metha Ardiah
NPM : 24210370
Kelas : 4EB20
  • Pendapat mahasiswa mengenai pemilihan presiden 2014
Siapapun Presidennya, Dahulukan Kepentingan Rakyat
Tanggal 9 juli 2014 adalah hari saat masyarakat serentak memilih calon  presiden dan wakil presiden Indonesia. Sebagian pemilih mungkin sudah memiliki  jagoannya masing-masing, atau masih banyak juga yang masih bingung menentukan pilihannya. 
Indonesia memiliki dua kandidat capres dan cawapres yang pada tanggal 1 juni 2014 kemarin sudah mengambil nomor urut masing- masing. Nomor urut 1 adalah pasangan Prabowo Sugianto – Hatta Rajasa. Nomor urut 2 adalah pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla. 
Ketegangan tentu bukan milik capres dan cawapres saja dalam menanti momen pemilihan presiden Juli mendatang. Sebagian masyarakat Indonesia juga meraskan hal sama. Terutama mereka yang  sudah memiliki pilihan masing-masing karena mereka menaruh harapan yang besar terhadap  kandidat yang akan mereka pilih. 
Pada tanggal 3 juni 2014 kemarin, masing-masing kandidat calon presiden sudah  menyampaikan pidato deklarasi perdamaian yang berisikan bahwa kedua kandidat capres dan cawapres akan bersaing secara sportif dan bersih. Prabowo Sugianto  menyampaikan kepada tim pendukungnya  bahwa mereka harus mengutamakan persaingan sehat dan bersih. Beliau juga mengutarakan bahwa apapun keputusan atau pilihan masyarakat Indonesia, itulah yang terbaik dan beliau menghormatinya. 
Senada dengan Prabowo, Jokowi menyampaikan  bahwa dalam masa kampanye nanti masing-masing calon presiden dan wakil presiden  harus bisa bersaing sportif tanpa adanya kampanye hitam dan intimidasi. Beliau juga  menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia bisa bebas memilih sesuai hati nurani. 
Dari apa yang disampaikan kedua capres tersebut diharapkan kampanye yang sudah  mulai berjalan saat ini dapat terorganisir dengan baik. Karena harapan masyarakat adalah  kedua capres – cawapres bisa mengedepankan visi dan misi mereka dalam berkampanye. 
Kedua capres dan cawapres harus meyakinkan masyarakat agar mereka bisa lebih percaya  bahwa Indonesia masih memiliki harapan besar dari sosok seorang pemimpin masa depan  yang bisa mengubah Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat dan sejahtera dalam hal  perekonomian, pedidikan, dan dalam segala hal. 
Mungkin bagi sebagian orang pernyataan  ini terlalu klasik atau bahkan terlalu muluk-muluk, tetapi jika kita sebagai masyarakat  Indonesia tidak bisa menentukan kriteria untuk calon pemimpin yang baik, jujur, adil, dan  bermartabat, bagaimana Indonesia bisa memiliki masa depan? 
Karena, ini adalah hak kita sebagai masyarakat Indonesia untuk menentukan sosok pemimpin yang baik dan pemimpin  yang mampu membuat Indonesia memiliki masa depan. 
Saat ini masyarakat Indonesia sudah semakin jeli untuk menilai kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing kandidat capres dan cawapres. 
Masyarakat pun lebih berhati-hati dalam memutuskan siapa yang akan mereka pilih pada saat pemilu bulan juli nanti. 
Karena,  yang terpenting ialah siapapun yang akan terpilih menjadi presiden dan wakil presiden harus bisa mementingkan kepentingan rakyat sesuai apa yang sudah dijanjikan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki masa depan.

Perpajakan Internasional

www.gunadarma.ac.id

Nama : Metha Ardiah
NPM : 24210370
Kelas : 4EB20

Pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasioal maupun kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh Negara-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjek maupun mengenai objeknya. 
Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan perundang-undangan dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan Negara-negara lainnya. 
Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan ekonomis atau juga disebut world wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut. 
Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap. Sehingga ada kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak mempermasalahkan dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di Negara di mana dia berkebangsaan. 
Untuk mengurangi resiko kemungkinan pengenaan pajak berganda sebagai akibat timbulnya konflik tersebut, maka ada beberapa metode yang biasa dilakukan, di antaranya: 

a. Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat dilakukan dengan: 
·         Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa Negara dalam suatu perjanjian
·         Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara. 

b. Metode unilateral atau sepihak 
Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu: 
·         Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yang dibayarkan di luar negeri; dan 
·         Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri menurut jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh. 

c. Metode Pembebasan 
Metode ini adalah dengan cara memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu: 
·         Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak dimasukkan dalam perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan penuh atau full exemption
·         Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan, baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau disebut juga pembebasan dengan progresi atau exemption with progression.

Konsep Dasar Perpajakan Internasional
Indonesia merupakan bagian dari dunia internasional yang sudah pasti dalam menjalankan roda pemerintahannya melakukan hubungan internasional. Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk membuat ketentuan tentang perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah ini utamanya adalah untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk mengatur perilaku warga negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 
Hubungan internasional dapat berupa kerjasama di bidang keamanan pertahanan, kerjasama di bidang sosial, ekonomi, budaya dan lainnya, namun pembahasan ini terbatas pada kegiatan ekspor maupun impor (Transaksi Perdagangan Internasional) yang terkait dengan pajak internasional.
Setiap kerjasama yang dilakukan oleh setiap negara tentunya harus disepakati terlebih dahulu oleh para pihak guna mencapai komitmen bersama yang termuat dalam suatu perjanjian internasional, tidak terkecuali perjanjian dalam bidang perpajakan. Transaksi antar ke dua negara atau beberapa negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di kedua negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu perlu adanya kebijakan perpajakan internasional dalam hal mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku disuatu negara, dengan asumsi bahwa disetiap negara dapat dipastikan sudah mengatur ketentuan pajak dalam wilayah yang menjadi kedaulatannya. Namun setiap negara tidak bebas mengatur pengenaan pajak terhadap badan atau warga negara asing, pajak internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana setiap negara harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang dikenal dengan istilah konvensi wina.

Latar belakang terjadinya perpajakan internasional dikarenakan semakin meningkatnya arus investasi, perdagangan, dan mobilitas sumber daya manusia yang tidak lagi mengenal batas Negara. Hal ini berdampak adanya permasalahan disisi perpajakan sebab setiap Negara mempunyai peraturan sendiri untuk aturan perpajakannya (atas penduduk atau bukan pendduk), prinsip ini berpengaruh terhadap subjek dan objek pajak luar negeri.
Asas pemajakan :
      ·         Asas domisili
Sbjek pajak dikenakan pajak di Negara tempat subjek pajak berdomisili. Indonesia menganut asas ini.
      ·         Asas sumber
Pajak dikenakan berdasarkan tempat sumber penghasilan berasal.
      ·         Asas kewarganegaraan
Pengenaan pajak dikenakan atas status kewarganegaraannya walaupun penghasilan diterima dari Negara lain. Amerika menganut asas ini.
      ·         Asas campuran
Campuran dari kedua asas di atas.
      ·         Asas teritorial
Pajak dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dalam wilayah suatu Negara sehingga jika atas penghasilan yang diperoleh diluar Negara tersebut tidak dikenakan pajak.

Prinsip-prinsip pemajakan berbeda yang dianut masing-masing Negara merpakan penyebab mnculnya pajak berganda internasional. Penghindaran pajak berganda di suatu Negara dapat dilakukan dengan menerapkan metode kredit pajak dan metode pengecualian.
Pada dasarnya, pajak internasional berlandaskan pada ketentuan pemajakan domestic yang berlaku terhadap wajib pajak dalam negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia. Selain pada ketentuan domestic, pajak internasional juga berlandaskan pada perjanjian perpajakan dan praktik perpajakan global (Gunadi, 1997)
Dimensi pajak internasional meliputi aturan pajak internasional yang ada dalam UU Pajak Indonesia, atran perpajakan yang ada di UU Pajak Negara lain yang bersinggungan serta persetujuan penghindaran pajak (tax treaty) yang telah dibuat Indonesia dengan Negara lain.

DOMISILI FISKAL
Domisili fiskal adalah status kependudukan yang digunakan ntk tujuan pemajakan. Pemajakan untuk penduduk umumnya dikenakan dengan prinsip world wide income (pajak akan dikenakan dinegara domisili, baik penghasilan yang diterima/diperoleh dari dalam negeri maupn yang diterima/diperoleh dari luar negeri. Sesuai dengan pasal 4 ayat (1) UU PPh).
Pemajakan bukan penduduk umumnya dikenakan di Negara sumber hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Negara tersebut.
UU PPh tidak melihat stats subjek pajak orang pribadi berdasarkan kewarganegaraan, namun lebih kepada :
1.       Tempat tinggal
2.       Berapa lama berada di Indonesia, dan
3.       Adanya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
Sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh, criteria dari subjek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut:
·         Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP. Orang pribadi bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, orang pribadi yang dalam sat tahun pajak berada di Indonesia, dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
·         Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan atau bertempatkedudukan di Indonesia.

SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, berada di indonesia tidak lebih darai 183 hari selama jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan di Indonesia yang dapat menerima atau memeroleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan sekaligus merpakan wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui nbentk usaha tetap di Indonesia.
Wajib pajak lar negeri hanaya akan dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima tau diperoleh bersumber dari Indonesia saja. Pasal 26 UU PPh mengatur tentang potongan pajak sebesar 20% atas oenghasilan wajib pajak luar negeri.

PERBEDAAN SPDN DAN SPLN
·         WPDN dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh di Indonesia maupun dari luar Indonesia, WPLN dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
·         WPDN dikenai pajak berdasarkan tarif neto dengan tarif umum, WPLN dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif sepadan.
·         WPDN wajib menyampaikan SPT PPh, WPLN tidak wajib menyampaikan SPT PPh karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Orang pribadi ata instansi yang tidak termask objek pajak menurut ketentuan UU PPh adalah:
·         Kantor perwakilan Negara asing
·         Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau penjabat-penjabat yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bkan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau kerjaannya tersebut serta Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik .
·         Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :
1.       Indonesia menjadi anggota organisasi tersebt
2.       Tidak menjalankan usaha atau kegiatan untuk memperoleh penghasilan dari indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran anggota.
·         Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Pengertian Pajak Internasional
Definisi Pajak Internasional dalam Undang-undang Pajak Penghasilan sampai detik ini belum ada. Bapak Sriadi Kepala Seksi Perjanjian Perpajakan Eropa, Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak, memberanikan diri untuk mendefinisikan tentang pengertian Pajak Internasional berdasarkan uraian sebelumnya.
“Pajak Internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaanya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunt Servanda).”
Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di negara Indonesia terhadap badan atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral (dua negara) tentang Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan negara asal atau penduduk asing tersebut.

Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Setiap kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu juga dengan kebijakan perpajakan internasional juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan Pajak Berganda Internasional.
Tujuan P3B antara lain:
a. Tidak terjadi pemajakan ganda yang memberatkan iklim usaha dunia
b. Peningkatan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri
c. Peningkatan sumber daya manusia
d. Pertukaran informasi untuk mencegah penghindaran pajak
e. Keadilan dalam hal pemajakan penduduk dari negara yang terlibat dalam perjanjian.

Prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam pemajakan internasional
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional:
  1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik) artinya kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar adalah sama. Sehingga tidak ada perbedaan apabila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Oleh karena itu, hal yang perlu dihindari apabila berinvestasi di luar negeri adalah beban pajak yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena adanya beban pajak di dua negara tersebut. 
  2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional artinya darimanapun investasi yang kita lakukan berasal, akan dikenakan pajak yang sama. Sehingga apabila berinvestasi di suatu negara, investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama. 
  3. National Neutrality artinya setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga apabila terdapat pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan dapat  dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Aspek Perpajakan Internasional Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan
Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat ketentuan tentang perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah ini utamanya adalah untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk mengatur perilaku warga Negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia dan memiliki peranan penting dalam penerimaan negara adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang pertama kali diberlakukan pada tahun 1984 berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983.
Pajak Penghasilan adalah pajak subjektif di mana jenis pajak ini bisa dikenakan apabila syarat subjektif dan objektif terpenuhi bagi orang atau badan. Pada umumnya hampir semua orang atau badan di Indonesia akan memenihi syarat subjektif dan jika  orang atau badan ini memperoleh penghasilan maka syarat objektif juga terpenuhi.
Jika subjek pajak yang dikenakan PPh adalah WNI yang penghasilannya berasal dari Indonesia juga, maka tidak ada aspek pajak internasional dalam kasus ini. Namun demikian, karena definisi subjek pajak tidak dikaitkan dengan kewarganegaraan maka terdapat kemungkinan ada warga Negara asing atau badan asing yang dikenakan kewajiban Pajak Penghasilan di Indonesia. Dalam kasus seperti ini, Pajak Penghasilan sudah menyentuh aspek pajak internasional.
Aspek pajak internasional juga akan terjadi bila seorang WNI atau badan Indonesia menerima atau memperoleh penghasilan dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena Pajak Penghasilan Indonesia menerapkan prinsip worldwide income sehingga penghasilan dari luar negeri di atas juga merupakan objek Pajak Penghasilan Indonesia.
Dalam paragra-paragraf berikut saya coba untuk menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008).

Subjek Pajak Luar Negeri
Dalam pengenaan Pajak Penghasilan, dikenal dua jenis subjek pajak yaitu subjek pajak dalam negeri (disingkat SPDN) dan subjek pajak luar negeri (SPLN). SPDN terdiri dari SPDN Orang Pribadi dan SPDN Badan.
SPDN Orang Pribadi adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Sementara itu SPDN Badan adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
SPLN adalah kebalikan dari SPDN dalam arti orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tidak berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan suatu tahun pajak tidak berada di Indonesia dan tidak mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
SPLN yang berbentuk badan adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Kedua kelompok di atas (SPLN Orang Pribadi dan SPLN Badan) baru bias disebut SPLN jika memdapatkan penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Nah, dilihat dari cara mendapatkan penghasilannya dari Indonesia, SPLN ini terbagi menjadi dua jenis. Pertama adalah SPLN yang mendapatkan penghasilan dengan memiliki tempat usaha tetap di Indonesia. Tempat usaha tetap ini biasa disebut Bentuk Usaha Tetap (BUT). Kedua, SPLN yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia tidak melalui BUT di Indonesia. Kedua bentuk SPLN ini selanjutnya disebut SPLN BUT dan SPLN Non BUT.

Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh SPLN (baik orang pribdai atau badan) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Perwujudan BUT dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Penghasilan BUT
Penghasilan yang menjadi objek pajak bagi BUT, sebagaimana di dalam Pasal 5 ayat (1) UU PPh, terdiri dari tiga jenis yaitu ;
  1. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
  2. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
  3. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud
Penghasilan BUT yang pertama adalah penghasilan sebenarnya BUT dari harta yang dimiliki atau dikuasainya di Inonesia. Penghasilan yang kedua merupakan penerapan force of attraction rule di mana walaupun penghasilan ini adalah penghasilan kantor pusat BUT di luar negeri, tetapi karena berasal dari penjualan atau pemberian jasa yang sejenis dengan yang dilakukan BUT, maka penghasilan ini ditarik sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.
Penghasilan yang ketiga merupakan penerapan atribusi karena hubungan efektif di mana jika kantor pusat BUT menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga, dividend dan royalty dari suatu perusahaan di Indonesia dan perusahaan ini mempunya hubungan efektif dengan BUT, maka penghasilan ini akan diatribusi juga kepada BUT di Inonesia. Tidak ada definisi kelas tentang hubungan efektif ini namun demikian, hubungan yang efektif ini bisa digambarkan sebagai hubungan ketergantungan atau hubungan yang saling menguntungkan antara BUT dan perusahaan yang memberikan dividen, bunga atau royalty kepada kantor pusat BUT.

Biaya BUT
Selain tunduk kepada ketentuan umum tentang pengurang sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh, biaya bagi BUT juga diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (3) UU PPh.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU PPh, biaya-biaya yang terkait dengan penerapan force of attraction rule dan atribusi hubungan efektif dapat dibiayakan oleh BUT. Sementara itu berdasarkan  Pasal 5 ayat (3) biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Witholding Tax PPh Pasal 26
Penghasilan yang diterima atau diperoleh SPLN yang tanpa melalui BUT di Indonesia merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26. Dilihat dari cara pemotongannya, jenis penghasilan yang menjadi objek withholding tax PPh Pasal 26 ini adalah :
  1. Penghasilan Dengan Tarif 20% dari bruto. Penghasilan yang termasuk kelompok ini adalah dividen, bunga, sewa, royalty, imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, uang pension, premi swap dan keuntungan pembebasan hutang.
  2. Penghasilan Dengan Tarif 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto. Termasuk dalam kelompok ini adalah capital gain atas penjualan atau pengalihan harta di Indonesia dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri. Termasuk dalam kelompok ini adalah penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c) UU PPh.
  3. Penghasilan Branch Profit Tax dari BUT. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia
Prinsip Worlwide Income
Prinsip worldwide income pada UU PPh biss kita temui pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh di mana ditegaskan bahwa penghasilan yang menjadi objek PPh ini bisa berasal dari Indonesia maupun berasal dari luar Indonesia. Kata-kata “dari luar Indonesia” inilah yang menjadikan prinsip pengenaan PPh kepada SPDN menjadi berdimensi internasional.

Kredit Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24
Terkait dengan prinsip worldwide income di atas, SPDN yang memperoleh penghasilan dari luar negeri akan dikenakan PPh di Indonesia. Negara tempat sumber penghasilan di atas juga kemungkinan besar akan mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negaranya. Dengan demikian, besar kemungkinan akan terjadi pengenaan pajak berganda di mana dua yurisdiksi perpajakan yang berbeda mengenakan pajak kepada penghasilan yang sama yang diperoleh subjek pajak yang sama.
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda ini, UU PPh secara unilateral memberikan solusi dengan adanya Pasal 24 UU PPh. Pasal ini mengatur bahwa atas pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri dapat dikreditkan oleh Wajib Pajak dalam negeri.Namun demikian, besarnya pajak yang bisa dikreditkan dibatasi tidak boleh melebihi penghitungan pajak terutang berdasarkan UU PPh.
Dalam menghitung besarnya maksmum kredit pajak PPh Pasal 24 ini, UU PPh menerapkan metode pembatasan tiap negara (per country limitation). Untuk itu maka penentuan Negara sumber penghasilan menjadi penting. Masalah ini diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UU PPh di mana penentuan Negara sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut :
  1. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan
  2. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada
  3. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak
  4. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada
  5. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
  6. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada
  7. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada
  8. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Dengan tujuan untuk menghilangkan pengenaan pajak berganda internasional dan juga untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance), diperlukan suatu perjanjian perpajakan dengan Negara lain.
Undang-undang PPh, telah memberikan mandat kepada pemerintah untuk melakukan perjanjian dengan Negara lain.
Dalam penjelasan Pasal 32A UU PPh yang mengatur hal ini dijelaskan bahwa perjanjian perpajakan berlaku sebagai perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis). Dengan demikian, ketentuan dalam UU Pajak Penghasilan tidak berlaku jika di dalam perjanjian perpajakan diatur lain.
Masing-masing negara berhak untuk menentukan pajak dalam batas kenegaraannya yang mengakibatkan perbedaan perpajakan di tiap-tiap negara, selain juga disebabkan perbedaan budaya dan pemaksaan pajak. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan dalam penentuan pajak dan penentuan biaya.
Keseimbangan dan netralitas
Prinsip equity menyatakan dalam kondisi sama pembayar pajak hendaknya dibebankan pajak yang sama sedang netrality menyatakan pengaruh pajak hendaknya tidak memiliki imbas dalam pengambilan keputusan bisnis.
Sumber pendapatan
Sumber pendapatan dikelompokkan dalam dua kelas yaitu sumber pendapatan dalam negeri dan luar negeri. Sumber pendapatan luar negeri adalah hasil ekspor barang dan jasa termasuk dari cabang di luar negeri dan dikenai pajak pada saat pendapatan diakui. Pajak cabang LN dapat dikenakan dengan menggunakan dua metode yaitu pendekatan teritorial dan worldwide. Pendekatan teritorial berprinsip pajak dikenakan di negara asal di mana pendapatan di dapat. Pendekatan worldwide dikenakan baik pada penghasilan dalam maupun luar negeri (pajak berganda).
Penentuan biaya
Penentuan biaya berpengaruh pada besar pajak. Jika R dan D dikapitalisasi maka pajak penghasilan akan berlangsung selama masa pengakuan nilai sampai habis dalam penghapusannya. Jika diperlakukan sebagai biaya hanya berpengaruh pada periode tertentu sehingga berdampak pada pajak langsung. Perbedaan penentuan umur aset akan menentukan besar biaya. Aset didepresiasi lebih pendek berakibat pada biaya menjadi lebih besar dan pajak lebih kecil.
Tipe-tipe pajak
1. Corporate Income Tax, dua pendekatan yang digunakan sistem klasik yaitu pajak dikenakan jika penghasilan sudah diterima dan dicatat subyek pajak. Dan sistem integral yaitu mengeliminasi pajak berganda lewat dua metode yakni split rate dan imputansi.
2. With Holding Tax, penghasilan yang dihasilkan perusahaan anak di LN dikenakan pajak negara itu, sedang dividen yang dikirim ke perusahaan dikenakan pajak negara tempat perusahaan induk berada.
3. Indirect Tax, pajak tidak langsung dikenal sebagai pajak pertambahan nilai. Konsep mendasari adalah bahwa pajak dikenakan pada tiap tahap produksi. Pertambahan nilai didapat dari penghasilan barang dikurang nilai input, tetapi PPn bukan pajak penjualan.
Penghindaran pajak berganda
Permasalahan pengenaan pajak terhadap anak perusahaan di LN adalah kemungkinan terjadi pengenaan pajak ganda yaitu saat penghasilan diakui dikenai pajak nnegara tersebut dan dikenai pajak negara perusahaan induk saat penghasillan diakui oleh perusahaan induk.penghindaran pajak dapat menggunakan metode :
1. Kredit pajak, perusahaan dapat mengurangi beban pajak dengan dollar for dollar basis.
2. Traktat pajak, perbedaan filosofi pembebanan pajak menimbulkan treaty untuk meminimisasi pajak berganda, melindungi hak amsing-masing negara dalam memungut pajak dan menyediakan acuan untuk memutuskan suatu masalah.
Perpajakan USA untuk sumber pendapatan luar negeri
Pendapatan dibagi dua :
1. Pendapatan dari impor dan ekspor barang jasa perusahaan induk
2. Pendapatan dari cabang di luar negeri
Prinsip terkait adalah prinsip penangguhan dan prinsip kredit pajak.
Konsep Tax Haven, ialah tempat orang asing menerima pendapatan atau aset tanpa membayar tarif pajak tinggi.
Controlled Foreign Corporation, perusahaan USA dapat memilih untuk memproduksi, menjual melalui perusahaan anak di LN.
Pendapatan Cabang, hukum pajak di USA memiliki qualified business unit yang dibagi dua bagian yaitu penghasilan didistribusikan ke kantor pusat dan penghasilan ditahan di LN tempat QBU berada.
Insentif Pajak
1. Insentif untuk menarik eksportir agar ekspor dapat bersaing di LN
2. Insentif bagi investor asing agar menanamkan modal karena ada keringanan pajak.
3. Insentif lain adalah zero rate namun bukan berarti tak dikenai pajak. Jika sektor telah kompetitif maka tarif dinaikkan.
Perusahaan penjualan luar negeri
Foreign sales corporation harus memenuhi tuntutan :
1. Berbentuk korporasi dan memiliki kantor pusat di LN
2. Perusahaan secara substantif ekonomis bukan hanya legal
3. Memiliki min.25 pemegang saham
4. Ekspor dilakukan di luar USA
Perencanaan pajak internasional
Ekspor, FSC memberi kesempatan dan menyediakan keuntungan pajak. Jika perusahaan menentukan lisesnsi untuk teknologi LN harus memperhatikan with holding tax dan tax treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan induk untuk mengurangi beban pajak.
Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat dikompensasi ke perusahaan induk.
Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax treaty.

Sumber :