www.gunadarma.ac.id
Nama : Metha Ardiah
NPM : 24210370
Kelas : 2EB20
MEMPROYEKSIKAN PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2010 2011
Mendekati akhir tahun, masalah proyeksi makroekonomi menjadi menarik untuk didiskusikan. Salah satunya adalah indikator pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal HI/2010 mencapai 6,3 persen. Proyeksi tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian pada kuartal 11/2010 sebesar 6,2 persen.
Pertumbuhan ekonomi ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekspor. Peningkatan konsumsi rumah tangga ini banyak disebabkan oleh pembiayaan konsumsi seiring meningkatnya optimisme konsumen dan rendahnya impor. Sedangkan pertumbuhan ekspor disebabkan kuatnya permintaan dari China dan India, selain karena penguatan harga komoditas internasional.
Dari sisi "pemerintah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo meyakini perekonomian Indonesia pada kuartal III/2010 dapat tumbuh hingga 6,3 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada dua kuartal sebelumnya. Optimisme tersebut mengacu pada peningkatan konsumsi rumah tangga, investasi, dan perdagangan internasional. Dari sisi perdagangan internasional, impor kemungkinan masih akan lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor. Kendati begitu, ekspor terus tumbuh meski masih lambat.
Dari perkiraan kuartalan itu, diproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2010 akan berada di kisaran 5,9-6,2 persen. Ini proyeksi yang realistis dan berdasarkan kondisi obyektif sumber daya yang ada. Yang pasti, hasil capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2010 akan menjadi modal berharga memasuki tahun 2011.
Di sini BI juga memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 bakal mencapai 6-6,5 persen. Lagi-lagi hal ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, kinerja sektor eksternal, peningkatan investasi seiring dengan permintaan domestik dan eksternal. Kisaran pertumbuhan ekonomi tahun 2011 yang mencapai 6,5 persen juga lebih tinggi dibanding asumsi pertumbuhan ekonomi pada Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2011 sebesar 6,4 persen. Di sisi harga, BI mencatat ada risiko yang dapat mendorong inflasi. Pertama, kecenderungan peningkatan permintaan yanglebih cepat dari penawaran.
Kedua, anomali cuaca yang kemungkinan masihberlanjut dan berpotensi mengganggukegiatan produksi serta distribusi bahan kebutuhan pokok.
Ketiga, kemungkinan ada rencana kenaikan admin!stered prices.
Untuk itu, BI terus mencermati potensi tekanan inflasi tersebut dan meningkatkan koordinasi kebijakan bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta akan melakukan respons dengan bauran kebijakan yang diperlukan agar inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan yaitu 5 plus/minus 1 persen pada tahun 2010.
Yang pasti, pertumbuhan ekonomi tersebut akan mendorong pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun 2015 yang diproyeksikan akan berada pada kisaran USD5.000 hingga USD6.000. Saat ini pendapatan per kapita penduduk Indonesia sudah mencapai USD3.000. Tahun 2030, Indonesia diharapkan sudah masuk lima negara besar di dunia setelah China, Amerika, Uni Eropa, dan India.
Pada tahun 2030, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sebanyak 285 juta dengan pendapatan per kapita USD30.000. Saat ini negara di Asia yang sudah mencapai pendapatan per kapita USD28.000 adalah Korea Selatan. Sedangkan Malaysia pendapatan per kapitanya sekitar USSD5.5OO.
Optimisme menaikkan pendapatan perkapita bukan omong kosong, karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang banyak. SDA ini harus dikelola dengan baik, transparan, dan akuntabel. Apalagi, hampir semua lembaga keuangan dan ekonom optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan lebih baik.
Proyeksi Standard Chartered Bank masuk dalam kategori itu. Stanchart menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan mencapai 6,5 persen dengan laju inflasi 6 persen, suku bunga acuan 7,5 persen dan nilai tukar Rp8.S00 per dolar AS. Angka ini lebih optimistis dari target pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi 6,4 persen, inflasi 5,3 persen, SBI 3 bulan 6,5 persen dan kurs Rp9.250 per dolar AS.
Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi tahun ini dipatok 5,7 persen, inflasi 5,3 persen, SBI 3 bulan 6,5 persen, dan kurs Rp9 000 per dolar AS. Argumen yang mengemuka nyaris sama, antara lain membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Eropa pascakrisis keuangan global. Meski, di sini Stanchart terlihat jauh lebih realistis dalam memproyeksi target suku bunga acuan, inflasi, dan nilai tukar.
Senada dengan itu, proyeksi ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), yakni Muhammad Chatib Basri, juga cukup optimis yang menyandarkan argumennya terutama pada penguatan investasi. Menurut LPEM UI, investasi tahun depan lebih kuat karena impor barang modal dan bahan baku penolong tumbuh tinggi. Sepanjang 7 bulan pertama tahun ini, impor barang modal tumbuh 39,92 persen, sedangkan impor bahan baku penolong tumbuh 53,87 persen.
Optimisme pemerintah, yang mendapatkan justifikasi dari forecast Stanchart maupun LPEM UI, juga telah tecermin dalam penurunan dana cadangan risiko fiskal tahun 2011 secara signifikan dari Rp4,9 triliun menjadi Rpl.l triliun. Perlu diingat, dana cadangan itu adalah terobosan pemerintah saat merumuskan APBN 2008 guna menghadapi ketidakpastian situasi perekonomian global. Kali ini, ketidakpastian yang dijadikan faktor negatif adalah soal cuaca.
Hampir sebagian besar ekonom dan analis memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 akan lebih baik. Meski demikian, ada baiknya faktor China dijadikan sebagai salah satu variabel atau faktor penentu berhasil tidaknya pemerintah mencapai proyeksi pertumbuhan ekonomi.
Kalaupun harus optimistis dengan perekonomian Indonesia tahun depan, hanya dengan memahami risiko kebesaran China dengan mengingat kenaikan laju inflasi dalam beberapa bulan inilah seharusnya argumentasi disandarkan.
Laju inflasi di China kini mencapai 3,5 persen, tertinggi dari rata-rata sebelumnya yang 1,5 persen pada 1997/1998. Situasi di India tidak jauh berbeda, yakni 10 persen atau dua kali lipat lebih tinggi dari rekor sebelumnya, yakni 5 persen pada 1997/1998. Begitu pula di Singapura, yang mencapai 3,1 persen dari rata-rata 1,2 persen pada 1997/1998. Di Indonesia, inflasi Agustus lalu tercatat 6,44 persen, merangkak dari posisi Juli 6,22 persen sekaligus kian mengonfirmasi kegagalan target APBN 2010 yakni 5,3 persen.
Itulah beberapa proyeksi makroekonomi tahun 2010 dan 2011 yang diperkirakan akan terjadi berdasarkan pertimbangan yang realistis. Harapannya, momentum kepercayaan asing terhadap Indonesia bisa menjadi faktor penguat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar