www.gunadarma.ac.id
Nama : Metha Ardiah
NPM : 24210370
Kelas : 2EB20
Kriminalitas ekonomi belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Selama ini, kasus-kasus seperti korupsi misalnya, hanya diamati dari aspek hukum dan kriminal. Kalkulasi biaya kerugian-kerugian sosial akibat tindakan korupsi belum dimasukkan.
Demikian dikatakan pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) Rimawan Pradiptyo, sehubungan dengan dibukanya konsentrasi baru di Program Magister Sains Ilmu Ekonomi FEB UGM, yakni Crime Economics atau Ekonomika Kriminalitas. "Ini yang pertama di Indonesia”.
Menurut Rimawan, kalau kriminalitas ekonomi tak mendapat perhatian serius, negara semakin rugi dalam setiap kasus korupsi. Masyarakat juga ikut dirugikan.
"Dalam kasus korupsi, ketika si pelaku tertangkap, biasanya dihukum denda, penjara, dan asetnya disita. Itu sebenarnya baru menyentuh aspek hukum, sama sekali belum mencakup biaya kerugian sosial sebagai dampak tindakan itu.
Kerugian-kerugian sosial tersebut, diterangkan Elan Satriawan, bisa jauh melebihi nilai aset. Misalnya ketika aset milik koruptor disita dan dibekukan negara, perlu diperhitungkan juga nilai rupiah yang bisa ditimbulkan kalau aset itu tidak segera disita.
Biaya-biaya selama proses peradilan, selama ini juga ditanggung negara dan uangnya berasal dari pajak yang dibayar masyarakat.
"Kalau dalam satu kasus saja ada sekian kali proses sidang, kerugian rupiah yang ditanggung negara dan masyarakat. Biaya-biaya yang ini, ya harus dibebankan ke pelaku dong," ujar Elan sambil menambahkan bahwa menghitung kerugian sosial tadi memang sangat rumit.
Kriminalitas ekonomi, lanjut Rimawan, bisa terjadi juga lintas batas negara. Bentuknya seperti pencucian uang, perdagangan manusia, perdagangan obat-obatan terlarang, penggelapan pajak, prostitusi, hingga terorisme.
Kejahatan-kejahatan itu difasilitasi transportasi, komunikasi, dan perbankan yang canggih. Dalam kriminalitas nonekonomi, korban dan pelaku berada di satu tempat secara bersamaan. Namun dalam kriminalitas ekonomi, pelaku dan korbannya bisa berada di tempat berbeda, bahkan tidak pernah bertemu.
Modus operandi diyakini juga semakin canggih sehingga penyidikan dan penelusuran akan tambah kompleks. Fenomena ini membuat tingkat deteksi kriminalitas ekonomi relatif kecil ketimbang kriminalitas nonekonomi. Kondisi ini akan semakin menarik minat pelaku kriminalitas ekonomi.
Menyinggung konsentrasi baru Ekonomika Kriminalitas yang akan dibuka resmi 31 Januari mendatang itu, lulusannya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tenaga ahli bidang kriminalitas ekonomi yang masih amat langka, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di internasional.
Elan menambahkan, banyak produk hukum di Indonesia yang perlu diganti agar berperspektif juga dari sisi ekonomi.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2009/01/28/20151445/function.simplexml-load-file
Tidak ada komentar:
Posting Komentar