Nama : Metha Ardiah
NPM : 24210370
Kelas : 4EB20
1. Lingkungan
Bisnis Yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Perubahan
perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi
dunia semakin membaik. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan
menghalalkan segala cara. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak
motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan
tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi
sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak
mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam
maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para
pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis
tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan
masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu
dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun
etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Tujuan dari
sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk melakukan
itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka dan
perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan,
bagaimanapun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis. Pemilik usaha
kecil perlu menyadari faktor-faktor dan dapat melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
Budaya Organisasi. Keseluruhan budaya
perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi atau pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada diatas” sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
Ekonomi Lokal. Melihat seorang karyawan dari
pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika pekerjaan
yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih bahagia dan
perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat yang sulit dan
pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas tentang
memegang pekerjaan mereka. Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang lebih
rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan, bagaimanapun
rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan
yang lebih baik.
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas. Persepsi karyawan tentang bagaimana
perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat mempengaruhi perilaku. Jika
seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya dianggap curang atau murah,
tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah kasus hidup sampai harapan. Namun,
jika perusahaan dipandang sebagai pilar masyarakat dengan banyak goodwill,
karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan
pemasok berharap bahwa dari mereka.
Persaingan di Industri. Tingkat daya saing dalam suatu
industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan, terutama
dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam lingkungan
yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok dapat
menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak
pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak
masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang. Dalam menciptakan etika bisnis, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :
A. Pengendalian
diri. Artinya,
pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk
apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah
etika bisnis yang “etis”.
B. Pengembangan tanggung
jawab social (social responsibility). Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbanga, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya.
C. Mempertahankan jati diri
dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan
teknologi. Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan
teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk
meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya
yang dimiliki akibat adanya transformasi informasi dan teknologi.
D. Menciptakan persaingan
yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi
dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan
sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar da
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam
dunia bisnis tersebut.
E. Menerapkan konsep
“pembangunan berkelanjutan” Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan bagaimana
dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut
tidak mengekspoitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin
tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa dating walaupun saat
sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
F. Menghindari sifat 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah
mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa
yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang
dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan
Negara.
G. Mampu menyatakan yang
benar itu benar. Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk
menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan
data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta
memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
H. Menumbuhkan sikap saling
percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah. Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust)
antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan yang
kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah
untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
I. Konsekuen dan konsisten
dengan aturan main yang telah disepakati bersama. Semua konsep etika bisnis
yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak
mampu konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua
ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum” baik pengusaha sendiri
maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan kecurangan demi kepentingan
pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan gugur satu demi satu.
J. Menumbuhkembangkan
kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati. Jika etika ini
telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan
kenyamanan dalam berbisnis.
K. Perlu adanya sebagian
etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan
perundang-undangan. Hal ini untuk menjamin kepastian hokum dari etika bisnis
tersebut proteksi terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang
bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan
semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka
bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran
semua pihan untuk menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
Situasi atau benturan yang harus dihidari dalam dunia bisnis, antara lain
ialah :
A. Segala konsultasi atau
hubungan lain yang signifikan dengan atau berkeinginan mengambil andil di dalam
aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
B. Segala kepentingan pribadi
yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
C. Segala hubungan bisnis
atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family)
atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
D. Segala posisi dimana
karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau control terhadap
evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan
keluarga.
E. Segala penggunaan pribadi
maupun berbagai atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan
pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan
atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
2. Kesaling Ketergantungan Antara Bisnis Dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis
dan kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak,
masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan
planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan
sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak
membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina,
melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan,
egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya
memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika
manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu
keunggulan ras, agama, suku, ekonomi.
Wajah Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu
membuncahnya subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah
dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk kekuasaan
telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis maka yang dikenal
adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal ini, yang tercipta adalah
iklim ketergantungan, bukan kesalingtergantungan.
Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah
meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang istimewa, yang
rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui menjadi jawaban praktis
bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan yang sama dengan borjuis yang
dilawannya habis-habisan.
Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat jelata,
maka proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu mengatasnamakan
agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama: kekuasaan.
Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras. Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang.
Kekuasaan negara, dan juga agama telah menjadi petualangan bisnis, dimana siapa saja yang berkuasa maka kekayaan hendak menumpuk dalam istananya dengan benteng menjulang, sementara secuil saja kekayaan yang dinikmati mereka yang bekerja keras. Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai
manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam
itu kiranya tidak lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya
lebih beradab. Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh
dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan karena
kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka agama lagi-lagi
merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan tujuan-tujuan
tersebut. Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi untuk memperbudak jiwa
manusia.
Di negeri ini, berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan
peraturan daerah bernuansa agama yang tidak masuk akal yang menghendaki rakyat
senantiasa bergantung kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan kericuhan di
dalam masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat kepatuhan masyarakat
menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor karena
merasa tidak aman memperparah perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi
kepada negara luar. Kucuran dana negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang
gratis. No free lunch. Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan
kepentingan dan agenda mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam
dengan kapitalismenya, maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi
tentunya akan mendesakkan agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan keluar, sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti” yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan diri kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti negara) yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan anarkis
dan vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran Tempo tahun
2003, peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan beragama
Pola relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita
harus memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita
negara kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa
kita harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa
merusak kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus
berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai
bangsa-bangsa yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum
cukup, namun saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk
hidup bebas.
Setiap orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki
kebutuhan individu.
Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi,
kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya
di tingkat pusat dan sekarang meluas 4 sampai ke daerah-daerah, dan meminjam
istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja,
sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi adalah bentuk moral hazard di
kalangan ekit politik dan elit birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di
sebagian masyarakat kita telah terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala
mecam cara untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri
maupun tujuan kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini
semua adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral
bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam kaitan
dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku
usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional"
saja dan terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen
pasar dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun
asuransi syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak
"mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena
pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda
selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral
pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas
sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.Walaupun seseorang atau sekelompok
orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi
sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem
kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih
belum banyak mendapat perhatian.
Sebaliknya,
justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama
artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak
dapat lagi membedakan antara batas wilayah etika dan moral dengan wilayah
hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah wilayah pertanggungjawaban
pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah benar dan salah yang harus
dipertanggungjawabkan di depan pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan
kedua dalam memahami masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan
antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan
kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara perbuatan yang
semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan perbuatan
yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal, sama sekali tidak
dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari sudut etika dan
moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka masalah itu
haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah penggelapan
pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam
berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu
menggunakan etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang
memiliki kultur budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi
seseorang. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak
diterapkan di masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan
perusahaan? Perusahaan juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup
jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi
yang terlibat didalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik
dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran
manajemen ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan
lingkungan sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan
kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu kewajiban
perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi
masyarakat.
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
Suatu perusahaan dalam berbisnis
tidak hanya bermaksud memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen. Namun mampu
menyediakan sarana-sarana yang dapat menarik minat dan perilaku membeli
konsumen. Para pelaku bisnis secara umum memiliki kepedulian terhadap
masyarakat. Perusahaan memiliki maksud dan tujuan bisnis yang sangat terkait
erat dengan factor-faktor berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan
2. Keuntungan usaha
3. Pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan
4. Mengatasi berbagai resiko
5. Tanggung jawab social
4. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Diakui bahwa sepanjang sejarah kegiatan perdagangan atau bisnis tidak
pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis dapat dikatakan
seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipudalam bisnis, mengurangi
timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh kongkritadanya
hubungan antara etika dan bisnis. Namun demikian bila menyimak etika bisnis
seperti dikaji dan dipraktekan sekarang, tidak bisa disangkal bahwa terdapat
fenomena baru dimana etika bisnis mendapat perhatian yang besar dan intensif
sampai menjadi status sebagai bidang kajian ilmiah yang berdiri sendiri. Masa
etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah
menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global
seperti bisnis itu sendiri.
Berikut
perkembangan etika bisnis, antara
lain ialah :
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika Bisnis menjadi Fenomena
Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Ada 3 jenis
masalah yang dihadapi dalam Etika antara lain ialah :
1.
Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2.
Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3.
Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
5. Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan
integritas. Profesi
akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era
globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu
kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus
dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan
berkarakter. Karakter menunjukkan personality
seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan
etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan
posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya. Profesi juga dapat
dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah hidup
dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta dengan
melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Untuk
menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi
dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka
etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika
sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya
pasti berhubungan dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik
dengan pihak lain tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan publik. Dalam
kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga
dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan
menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini
diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode
etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Opini :
Perilaku etika dalam
bisnis sangat mempengaruhi dalam berjalannya suatu bisnis atau usaha. Kesaling ketergantungan
antara bisnis dengan masyarakat sangat erat kaitannya Tata hubungan bisnis dan
masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu
dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun
etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Kepedulian pelaku bisnis pada etika, pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan
keadaan masyarakat. Etika bisnis dalam akuntan merupakan
Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral
yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien.
Sumber :
http://nielam-tugas.blogspot.com/2012/10/bab-ii-perilaku-etika-dalam-bisn.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar